Di masa lalu kebanyakan orang lebih menyukai pekerjaan yang sifatnya waktu tetap, minim libur, namun penghasilan yang pasti. Saat ini menurut kami lebih banyak angkatan kerja muda yang justru lebih menyukai jam kerja yang lebih fleksibel.
Generasi milenial, menurut banyak penelitian memang menunjukkan sifat yang cenderung fleksibel. Bahkan dengan adanya jam kerja yang fleksibel seperti itu disebutkan bahwa produktivitas mereka akan meningkat berkali-kali lipat ketimbang jam kerja fixed yang panjang.
Sayangnya skema semacam itu hanya bisa didapatkan di kantor-kantor start up atau kantor yang sudah ‘keep up’ dengan perkembangan zaman. Namun memang kebanyakan masih menerapkan aturan yang lebih tradisional.
Keduanya tentu memiliki keuntungan dan kelebihannya masing-masing. Namun, lebih jauh lagi ada hal yang sebenarnya perlu diperhatikan oleh karyawan-karyawan yang bekerja di kantor tersebut.
Menurut investigasi yang dirilis oleh VICE, diketahui bahwa para pekerja muda yang diberikan jam kerja fleksibel seringkali tidak sadar mengenai kompensasi lembur. Banyak yang tidak tahu cara hitung lembur sesuai dengan undang-undang Ketenagakerjaan yang berlaku saat ini.
Padahal jelas-jelas di dalamnya tertuang banyak hal secara gamblang mengenai kerja lembur yang harus dilakukan oleh banyak karyawan di Indonesia loh!
Seperti yang kalian ketahui sebelumnya, beberapa waktu lalu Omnibus Law disahkan dan hal ini nyatanya berdampak sangat besar terhadap aturan soal lembur di Indonesia. Omnibus Law ini memperbarui dasar hukum sebelumnya mengenai lembur di UU No. 13 Tahun 2003.
Lihat: Update Seputar Peraturan THR Saat ini
Tujuan dari dibuatnya aturan ini antara lain untuk mendayagunakan tenaga kerja secara manusiawi namun tetap optimal, pemerataan kesempatan kerja, serta memberikan perlindungan tenaga kerja dan peningkatan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Lebih lanjut lagi hal mengenai lembur serta berbagai macam kompensasinya diatur di dalam Pasal 78 UU No. 13 Tahun 2003 ini. Aturan inilah yang kemudian direvisi oleh Omnibus Law, yang dituangkan di dalam Pasal 81 UU Cipta Kerja.
Yuk kita bahas isinya satu persatu!
Berdasarkan Pasal 78 UU No. 13 tahun 2003 dijelaskan bahwa seorang pemberi kerja tidak boleh mempekerjakan buruh melewati waktu kerja tanpa adanya persetujuan pekerja atuapun buruh yang bersangkutan.
Nah aturan mengenai waktu kerja yang diatur di dalam UU Cipta Kerja sendiri saat ini masih sama isinya dengan aturan mengenai waktu kerja yang dituangkan di dalam UU No. 13 Tahun 2003 sebelumnya.
Adapun waktu kerja yang diizinkan oleh Pemerintah, sesuai dengan Pasal 77 tersebut adalah sebagai berikut:
Adapun beberapa ketentuan tambahan yang dituangkan di dalam UU Cipta Kerja adalah aturan bahwa pelaksanaan jam kerja bagi pekerja dan buruh di perusahaan harus diatur di dalam perjanjian kerja, perjanjian kerja sama, ataupun peraturan perusahaan yang tertulis.
Beberapa pekerjaan di sektor usaha khusus di atas, diantaranya adalah pekerja di bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (Peraturan Menakertrans No. KEP.234/MEN/2003), Perikanan (Peraturan Menakertrans No. Per.11/MEN/VII/2010), dan Pertambangan Umum (Peraturan Menakertrans No. Per-15/Men/VII/2005).
Bagi pekerja yang bekerja di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral maka jam kerja yang diatur oleh pemerintah adalah sebagai berikut:
Adapun pekerja yang bekerja di bidang perikanan, maka waktu kerja yang diatur oleh pemerintah adalah:
Terakhir bagi pekerja yang bekerja di bidang pertambangan umum, maka perusahaan dapat menerapkan jam kerja sebagai berikut:
Bagi pekerja di ketiga sektor di atas, perusahaan berhak memilih salah satu pola jam kerja sesuai dengan aturannya masing-masing. Tentu saja hal ini harus mempertimbangkan kesejahteraan dan kesehatan fisik serta mental para pekerjanya.
Lebih dari ketentuan di atas, maka setiap pekerja baik pekerja di sektor formal, informal, ataupun buruh dianggap melakukan lembur. Konsekuensinya bagi pemberi kerja adalah harus memberikan upah lembur di luar gaji pokok dan tunjangan lainnya.
Bila sudah mendapatkan persetujuan pekerja untuk kerja lembur, pemberi kerja hanya boleh mempekerjakan para pekerjanya sesuai dengan aturan waktu lembur di bawah ini:
Di sisi lain, undang-undang Cipta Kerja juga menjelaskan bahwa jam lembur tersebut boleh dikurangi oleh perusahaan. Misalnya demi menjaga pace kerja, kesehatan, dan produktivitas karyawan, perusahaan mematok waktu lembur maksimal 2 jam per hari dan 10 jam per minggu.
Hal ini tidak menyalahi aturan undang-undang, sehingga perusahaan bisa memberlakukannya. Yang tidak diperbolehkan adalah membuat waktu lembur di atas jam yang ditentukan oleh Undang-Undang Cipta Kerja tersebut.
Bila sudah termasuk ke dalam kategori kerja lembur, maka setiap karyawan di bidang usaha apapun berhak untuk meminta upah lembur sebagai kompensasi dari setiap pekerjaan yang dikerjakan olehnya.
Selain itu kamu juga harus memahami bahwa waktu lembur adalah berbeda dengan waktu cuti dan waktu instirahat. Dimana di dalam UU Cipta Kerja pasal 79 dijelaskan ketentuannya sebagai berikut:
Selain dari persetujuan karyawan, ada beberapa hal penting yang kamu harus perhatikan sebagai karyawan bila mendapatkan tugas lembur. Adapun beberapa ketentuan khusus tersebut adalah:
Nah bila kamu sudah paham cara dan seluk beluk kerja lembur di perusahaan, saatnya kamu membaca bagian yang ditunggu-tunggu: cara hitung upah lembur!
Penghitungan upah lembur saat ini masih mengacu kepada kepada peraturan Menakertrans No. Kep. 102/MEN/VI/2004. Secara umum penghitungan upah lembur adalah mengacu kepada upah bulanan dimana upah lembur satu jam sama dengan 1/173 kali upah bulanan. Lebih lanjut lagi, konkretnya kamu bisa cek slip gajimu, apakah sudah sesuai dengan dengan UU ini atau belum.
Adapun yang dimaksud dengan upah bulanan di dalam peraturan Menteri tersebut adalah sebagai berikut:
Meski terlihat ‘njlimet’, sebenarnya aturan yang telah dibuat oleh Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ini menurut kami cukup simpel kok. Kamu cukup memperhatikan sesuai dengan jam kerja harian dan cara pemberian upah mu.
Nah lalu bagaimana cara perusahaan atau pemberi kerja memberikan upah lembur?
Baca Juga Pekerjaan dengan Gaji Tertinggi di IndonesiaCara Pemberian Upah Lembur oleh Pemberi Kerja
Sebelum mengatur cara pemberian upah lembur, pertama-tama pastikan dulu jumlah upah lembur yang diberikan oleh perusahaanmu sudah seuai dengan ketentuan yang diatur oleh pemerintah di atas.
Adapun cara pemberian upah lembur berdasarkan aturan pemerintah adalah sebagai berikut:
Lebih lanjut lagi ada kalanya pekerja dan pemberi kerja memiliki perbedaan perhitungan sehingga terjadi perdebatan. Bila sudah begini baik pekerja ataupun pemberi kerja berhak meminta pendapat ke pengawas ketenagakerjaan Kabupaten Kota setempat.
Bila kemudian pihak yang berselisih masih belum bisa menerima penetapan ulang pengawas ketenagakerjaan Kabupaten Kota, maka mereka masih bisa meminta penetapan ulang kepada pengawas ketenagakerjaan di Provinsi.
Selain itu pengawas ketenagakerjaan di Provinsi juga berwenang melakukan penetapan ulang upah lembur bila terjadi perbedaan perhitungan di satu perusahaan yang mencakup lebih dari 1 kota kabupaten di satu provinsi tertentu.
Lebih lanjut lagi apabila pihak yang berselisih masih juga belum bisa menerima penetapan ulang pengawas ketenagakerjaan Provinsi, maka pihak tersebut boleh kembali minta penetapan ulang kepada pengawas ketenagakerjaan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
Sama seperti aturan sebelumnya, pengawas ketenagakerjaan di Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi berhak mengatur penetapan ulang bila terjadi perbedaan perhitungan upah lembur di satu perusahaan yang mencakup lebih dari 1 provinsi di Indonesia.
Pada dasarnya sebelum kamu bekerja di bawah pemberi kerja, kamu wajib memahami seluruh aturan di atas. Bahkan bukan hanya terkait aturan lembur, karena aturan di atas mencakup pula aturan menganai upah serta cuti dan berbagai tetek bengek pekerjaan.
Nah dengan memahami cara hitung lembur sesuai UU di atas kami harap tidak ada lagi karyawan ataupun buruh yang ‘tertipu’ bila seringkali disuruh untuk bekerja lembur oleh para pemberi kerjanya.
Adapun UU Cipta Kerja saat ini belum memberikan aturan khusus lainnya, yang mengatur mengenai pengupahan. Karena hingga artikel ini dirilis, aturan mengenai upah lembur masih diatur di dalam Peraturan Menteri. Sementara UU Cipta Kerja hanya mengatur mengenai perubahan jam lembur, itupun tidak jauh berbeda dibandingkan dengan aturan sebelumnya.
Selain itu kami harap juga artikel ini bisa bermanfaat bagi kamu yang bekerja di divisi HR/HRD/SDM untuk menentukan upah bagi para pekerja di perusahaanmu. Tujuan akhirnya tentu saja tercapainya keadilan baik bagi para pemberi kerja ataupun bagi para pekerja itu sendiri.