Indonesia memang masih berada di tahap negara berkembang. Tapi tidak dapat dipungkiri kalau masyarakatnya kini sudah banyak yang mulai melek ekonomi, bisnis, serta invetasi. Lebih-lebih lagi di kalangan anak-anak milenialsnya.
Banyak anak-anak milenials yang sudah bekerja di Indonesia sudah mulai memikirkan bisnis sampingan dan bahkan berinvestasi di banyak tempat. Banyak diantara mereka yang mulai membuka bisnis pertama mereka dan bahkan memberi modal orang untuk berbisnis.
Meski demikian salah satu instrumen investasi yang baru-baru ini mulai diminati oleh banyak orang di Indonesia adalah Surat Utang Negara (SUN). Tidak hanya milenials, bahkan banyak masyarakat berusia paruh baya yang juga tertarik bermain-main disini.
Tapi sebelum bisa terjun 100% ke dalam permainan ini, ada baiknya kamu mengenali apa itu Surat Utang Negara (SUN) dan bagaimana cara kerjanya?
Baca Juga Ide Bisnis Menjanjikan di Tahun 2019
SUN merupakan salah satu jenis surat berharga yang diterbitkan secara khusus oleh pemerintah Republik Indonesia. Dasar penerbitan SUN oleh pemerintah adalah Undang-Undang No. 24 Tahun 2002.
SUN sendiri dikatakan sebagai surat pengakuan utang yang pembayaran bunga serta pokoknya akan dibayarkan oleh negara. Pembayaran ini pun akan disesuaikan dengan masa berlaku dari SUN itu sendiri.
Tujuan dari penerbitan SUN tidak lain adalah untuk membantu kekurangan alias defisit APBN alias anggaran pembelanjaan negara, dan bisa pula digunakan untuk menutup kekurangna kas jangka pendek satu tahun anggaran.
Meski demikian perlu dipahamibahwa hingga saat ini pencatatan kepemilikan SUN masih dilakukan secara elektronik dan tanpa warkat (scriptless). Untuk menjamin keamanannya, seluruh pemain harus tunduk kepada sistem yang dibuat khusus oleh bank Indonesia.
Lebih lanjut lagi, mengingat ekosistem yang cukup luas hingga saat ini BI telah menunjuk 15 sub registry dari beberapa bank swasta nasional maupun bank asing yang membantu dalam sistem tata usaha SUN ini.
Setidaknya ada dua jenis SUN yang harus kamu pahami, yakni Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Obligasi Negara (ON).
SPN merupakan SUN yang memiliki jangka waktu kesepakatan paling lama 12 bulan dengan pembayaran yang dilakukan secara diskonto. Bila diklasifikasikan kembali setidaknya ada beberapa kelompok SPN, diantaranya adalah:
Sementara itu ON dapat dibagikembali menjadi Obligasi Berbunga Tetap ataupun Obligasi Berbunga Mengambang. Tingkat bunga dari Obligasi Berbunga Mengambang nantinya ditentukan berdasarkan acuan khusus dari Bank Indonesia.
Selain itu perlu diingat kembali dibandingkan dengan pembelian obligasi korporasi, risiko gagal bayar yang jatuh tempo pada ON relatif kecil dan nyaris tidak ada. Di dalam situsnya, bahkan OJK mengklaim ON sebagai instrumen bebas risiko gagal bayar sebagai implementasi dari Undang-Undang Surat Utang Negara.
Kembali lagi, hal ini dapat terjadi karena memang setiap tahun pembayaran pokok serta kupon dari SUN memang telah dianggarkan secara khusus di dalam APBN. Inilah yang diatur di dalam UU SUN tersebut, yang menyebabkan tidak adanya risiko gagal bayar.
Ada beberapa alasan yang bisa kamu dapatkan terkait penerbitan SUN oleh negara. Tujuan utamanya tentu saja sebagai salah satu instrumen fiskal yang diharapkan mampu menggali potensi pembiayaan APBN yang bersumber dari investor di pasar modal.
Selain itu SUN juga memiliki fungsi sebagai salah satu instrumen pasar keuangan. Fungsi ini ditengarai mampu menstabilkan sistem keuangan negara serta dapat dijadikan acuan penentu nilai bagi instrumen keuangan yang lain.
Terakhir, SUN juga dapat dijadikan sebagai salah satu instrumen investasi. Menurut Kementerian Keuangan SUN diklaim relatif bebas risiko gagal bayar serta memberi peluang bagi para pemainnya untuk mendiversifikasi polio untuk memperkecil risiko investasi.
Meski nampak menggiurkan, dan bahkan diklaim memiliki risiko gagal bayar yang relatif kecil hingga tidak ada, sayangnya SUN saat ini masih dianggap sebagai salah satu instrumen investasi yang sifatnya haram bagi umat muslim.
Oleh karena itulah pemerintah kemudian melalui UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) mengeluarkan produk SBN yang diklaim berbasis syariah. Konsekuensinya tentu saja kehalalan dari SBSN ini menjadi lebih terjamin.
Lalu apa perbedaan dari SBSN dengan SBN konvensional yang dihukumi haram? Pada dasarnya letak utama perbedaan SBSN dan SBN adalah pada akad antara pembeli serta negara yang menjalankan transaksi.
Bila pada SBN negara seolah berhutang kepada kamu, yang kemudian akan dibayarkan kemudian beserta bunga nya. Pada SBSN negara seolah menggunakan aset barang yang ada sebagai jaminan pinjaman kepada investor.
Kemudian investor seolah menyewakan aset tersebut kepada pemerintah. Misalnya gedung Kelurahan A dijadikan jaminan oleh negara. Dengan sistem ini kepemilikan gedung kelurahan A seolah pindah kepada investor untuk disewakan kepada negara.
Meski demikian investor tetap tidak memiliki hak untuk memakai dan bahkan menggadaikan aset negara yang dijadikan jaminan tersebut. Kesimpulannya secara hukum aset tersebut masih milik negara yang sah.
Adapun beberapa SBSN yang bisa kamu pilih sebagai instrumen investasi adalah sebagai berikut ya:
Bila kamu masih ragu terhadap instrumen investasi yang telah kamu pilih, ada baiknya kamu bertanya kepada ahli-ahli ekonomi islam yang tentu saja saat ini jauh lebih mudah ditemukan dibandingkan beberapa tahun yang lalu.