Skip to content

Memahami Apa itu Peer to Peer Lending

featured-img

Percayakah kamu kalau dalam beberapa tahun terakhir sistem keuangan masyarakat di dunia berubah drastis? Perubahan drastis ini terutama dimulai sejak awal kemunculan bitcoin sebagai kriptokurensi hingga sistem blokchain.

Bahkan ide dari kemunculan kriptokurensi itulah yang ‘seolah’ diadaptasi sehingga sistem keuangan modern berbasis digital saat ini bisa berkembang dengan demikian pesatnya, di seluruh dunia!

Salah satu kemajuan di bidang keuangan digital yang gandrung di masyarakat saat ini adalah peer to peer lending alias pinjaman antar pihak, yang dalam praktiknya tidak melalui otoritas perbankan layaknya pinjaman tradisional dimasa lalu.

Duh kok ribet ya? Tenang saja, supaya kamu bisa memahami apa itu peer to peer lending dengan lebih dalam kamu boleh kok lanjut baca artikel ini.

Baca Juga Bitcoin, bikin kaya tapi di banned di Indonesia

Apa itu Peer to Peer Lending

pinjaman online

Peer to peer lending adalah suatu sistem atau metode dimana seorang peminjam dana terhubung secara langsung dengan penberi dana tanpa ada pihak perantara (middleman), dalam hal ini bank ataupun institusi finansial lainnya.

Dalam hal ini peminjam dana bisa mencakup individu ataupun pebisnis, dan sebaliknya pula. Selain itu biasanya peminjam dan pemberi pinjaman bisa terhubung berkat internet, dalam hal ini aplikasi.

Nah karena umumnya para penggunanya merupakan awam (peer) maka disebutlah istilah ini dengan peer to peer lending. Kalau bahasa kerennya sih pinjem-pinjem duit, hanya saja kamu dapat meminjam ke orang yang belum kamu kenal.

Meski demikian tentu saja keamanan dari peer to peer lending ini lebih baik, dibandingkan bila kamu secara mandiri meminjam ataupun memberikan dana kepada orang lain. Di Indonesia sendiri seluruh peer to peer lending termasuk ke dalam fintech yang diatur oleh OJK.

Penerima pinjaman biasa dikenal dengan istilah borrower sementara pemberi pinjaman kemudian akan disebut sebagai investor.

Peer to peer lending mulai populer karena memangkas biaya administratif bank sebagai perantara. Dengan demikian, biasanya biaya yang harus dikembalikan oleh peminjam kepada investor akan lebih murah.

Lebih jauh lagi, terutama di Indonesia, sistem peer to peer lending berkembang dalam bentuk situs investasi online. Hal ini tentu saja berkaitan dengan banyaknya muslim di Indonesia yang enggan berhubungan dengan riba, karena haram tentu saja!

Hingga akhirnya berkembanglah banyak aplikasi investasi online, serta aplikasi peer to peer lending yang berbasis syariah dan bebas riba. Tujuan akhir dari para aplikator ini tentu saja untuk meningkatkan pengguna dari masing-masing aplikasi mereka.

Kelebihan dan Kekurangan Peer to Peer Lending

Sebagaimana banyak sistem fintech yang berkembang di Indonesia, sistem peer to peer lending tentu saja memiliki banyak kelebihan serta kekurangan. Seluruhnya tentu harus kamu pahami sebelum kamu terjun di dalam dunia peer to peer lending.

Berikut ini adalah kelebihan ataupun manfaat dari adanya peer to peer lending di Indonesia:

  1. Bagi peminjam; tentu saja peer to peer lending bisa digunakan sebagai alternatif. Ketika si peminjam ingin usaha dan tidak memiliki modal, namun dianggap belum layak kredit oleh pihak bank ataupun bank syariah. Dengan adanya peer to peer lending maka peminjam modal bisa mencari investor yang berani menanamkan modalnya di usaha yang sedang ia rintis. Hasil akhirnya tentu saja dapat mendorong inklusi keuangan dan meningkatkan perputaran perekonomian di masyarakat.
  2. Bagi investor; peer to peer lending biasanya menjanjikan nilai pengembalian yang lebih tinggi dengan risiko investasi yang lebih terukur. Selain itu di beberapa aplikasi peer to peer lending bahkan terdapat asuransi terhadap kerugian usaha yang mungkin dialami oleh si peminjam. Nah hal ini tentu saja menjadi salah satu alternatif yang menjanjikan bagi para milenials yang ingin mencoba berinvestasi. Apalagi investasi di peer to peer lending ini bisa dilakukan dengan bermodalkan ponsel dan internet saja.
  3. Bagi pihak perbankan dan institusi keuangan lainnya; banyak perusahaan peer to peer lending yang juga bergerak di bidang pengolahan big data. Data-data dari peminjam maupun pemberian pinjaman ini nantinya bisa dioah dan dianalisis untuk kemudian dijadikan sebagai acuan dasar mitigasi risiko kredit.

Dengan segudang manfaat yang diberikan mungkin kamu cukup tergiur bukan dengan adanya peer to peer lending ini? Tapi tunggu dulu, karena peer to peer lending juga menyimpan risiko yang wajib kamu pertimbangkan. Berikut ini adalah risiko dari peer to peer lending:

  1. Meski OJK (Otoritas Jasa Keuangan) telah berusaha menjaga keamanan peer to peer lending, hingga saat ini belum ada standardisasi pengkategorian kredit bagi fintech. Sehingga dimungkinkan terdapat perbedaan pengakuan NPL antara satu fintech dengan fintech lainnya. Artinya sangat sulit menilai kualitas kinerja fintech peer to peer lending yang ada saat ini, berbeda dengan kinerja perbankan atau lembaga perkreditan yang sudah memiliki standardisasi sendiri. Di sisi pengguna, tentu saja artinya tidak ada jaminan 100% bahwa fintech peer to peer lending yang telah diotorisasi OJK sudah bisa dipercaya 100% pula, nah!
  2. Karena sifatnya yang baru dan belum ada standardisasi jelas yang dimiliki antar fintech, kemungkinan ada banyak penyimpangan yang bisa ditemui. Mulai dari peminjaman fiktif, penyaluran pinjaman yang tidak sesuai dengan keinginan investor, dan alokasi pinjaman yang tidak tepat. Selain itu hingga saat ini belum ada exit policy yang bisa diberlakukan kepada fintech peer to peer lending, yang berarti belum ada perlakuan yang jelas terhadap fintech yang tutup.
  3. Karena sifatnya yang lebih lepas, ada risiko besar pula yang ditanggung bagi fintech peer to peer lending. Risiko tersebut adalah bila terjadi ketidakpercayaan atau sentiment negatif oleh investor kepada fintech yang mengakibatkan investor beramai-ramai menarik investasi mereka di fintech tersebut. Hasil akhirnya tentu saja keberlangsungan usaha peminjam dana bisa mendadak hancur.
  4. Risiko terbesar yang bisa dialami oleh para pemberi dana (nasabah) adalah pencurian data hingga peretasan dengan modus lainnya yang bisa merugikan nasabah. Hal ini amat berkaitan dengan basis dasar fintech peer to peer lending yang menggunakan IT, dan tentu keamanannya amat bergantung terhadap banyak hal yang kemudian membuat fintech peer to peer lending lebih rentan terhadap kejahatan siber.

Kalau dilihat-lihat tentu saja kamu mungkin bisa menyimpulkan sendiri bahwa peer to peer lending memiliki manfaat serta risiko yang cukup seimbang. Akhirnya sih silahkan kembali kepada diri kalian masing-masing sebelum memanfaatkan fintech peer to peer lending yang ada.

Aturan Seputar Peer to Peer Lending

aturan peer to peer lending

Terkait aturan seputar peer to peer landing, kamu bisa membacanya secara lebih lengkap di dalam peraturan OJK No. 77/POJK.01/2016. Namun ada beberapa aturan penting yang mungkin bisa kamu pelajari disini.

Terkait penyelenggara peer to peer lending – kamu harus tahu bahwa setiap penyelenggara peer to peer lending wajib mendaftarkan dirinya ke OJK dan memiliki waktu maksimal 6 bulan untuk mendaftar sebelum berkegiatan.

Sejak pertama kali terdaftar di OJK maka penyelenggara harus mengajukan pemohonan izin dengan waktu maksimal 1 tahun sejak pertama kali terdaftar di OJK. Bila lewat 1 tahun maka fintech tersebut dianggap batal statusnya dan tidak bisa mendaftarkan perusahaannya kembali kepada OJK.

Selain itu terkait komposisi kepemilikan, perusahaan peer to peer lending wajib dimiliki setidaknya 15% sahamnya oleh orang Indonesia atau badan hukum Indonesia. Modal minimumnya adalah Rp 1 miliar saat mendaftar dan Rp 2,5 miliar saat mengajukan perizinan.

Terkait investor dan peminjam – pihak peminjam modal usaha wajib berdomisili di wilayah hukum Indonesia, namun pihak investor diizinkan bertempat tinggal di dalam ataupun luar negeri, dengan batas pinjaman maksimal adalah Rp 2 miliar.

Selain itu penyelenggara peer to peer lending dilarang turut serta menjadi pemain di dalamnya. Artinya fintech dilarang menjadi pemberi ataupun penerima pinjaman, tidak boleh menerbitkan surat utang, dan melakukan kegiatan keuangan lain di luar usaha peer to peer lending.

Kesimpulannya – dengan aturan yang menurut kami sangat lengkap dan jelas ini, kamu bisa menilai apakah suatu fintech peer to peer lending yang ada merupakan fintech yang baik ataupun fintech abal-abal.

Karena walaupun terdaftar dan memiliki izin di OJK, belum tentu loh fintech peer to peer lending yang telah berjalan dianggap baik. Karena kadang memang ditemukan penyimpangan di dalam pelaksanaan fintech peer to peer lending tersebut.

Bagaimana Cara Kerja Peer to Peer Lending?

Peer to peer landing secara umum bisa bekerja atas dua pihak utama yakni peminjam dan pendana/investor. Yuk kita bahas masing-masing baik dari sisi peminjam ataupun dari sisi investor.

Peminjam – bagi para peminjam dana biasanya aplikator mewajibkan mereka untuk mengunggah dokumen yang dibutuhkan untuk mengajukan pinjaman secara online. Seringnya sih data yang diminta adalah data diri hingga dokumen yang menunjukkan keuangan si peminjam dan tujuan meminjam dana.

Bagi peminjam yang merupakan badan usaha, biasanya aplikator akan meminta kamu untuk mengirimkan dokumen identitas, bukti legal perusahaan, serta laporan keuangan usaha. Intinya tentu saja untuk keamanan masing-masing pihak.

Setelah itu permohonan pinjaman modal akan direview oleh tim yang dimiliki oleh pihak aplikator. Setelah direview permohonan bisa diterima ataupun ditolak, dan bila ditolak maka ada kemungkinan mereka akan meminta peminjam memperbaiki seluruh alasan penolakan permohonan.

Investor – sebagai seorang investor, tentu kamu akan diberikan pilihan nominal yang ingin kamu investasikan. Selain itu biasanya kamu akan diberikan informasi mengenai berapa nilai return dari investasi yang diberikan.

Bila kamu sudah setuju untuk memberikan dana pinjaman, nantinya kamu akan diberikan akses istimewa untuk membaca data pengajuan pinjaman, mulai dari identitas, riwayat keuangan, hingga tujuan peminjaman dan model usaha yang akan dijalankan.

Kemudian nantinya kamu akan mendapatkan imbalan investasi sesuai dengan usaha yang dijalankan oleh peminjam. Tentu saja kamu harus cermat dalam melihat hitung-hitungan investasi yang selalu ada di dalam ketentuan aplikator. Mudah bukan?

Hal yang Perlu Dicermati Bila Ingin Menjadi Peminjam Peer to Peer Lending

pusing

Sebelum memutuskan untuk menjadi peminjam, ada beberapa hal yang perlu kamu pertimbangkan.

Proses pengajuan mudah – salah satu hal yang menjadi keuntungan utama dalam meminjam dana investor di fintech peer to peer lending adalah pengajuannya yang cukup mudah dan bahkan cenderung tidak seformal meminjam di lembaga keuangan.

Persyaratan yang perlu disiapkan pun tidak sesulit ketika kamu ingin mengajukan peminjaman di lembaga peminjaman keuangan konvensional seperti bank, bank syariah, ataupun institusi kredit konvensional dan syariah.

Tidak ada agunan – selain proses pengajuannya relatif mudah, biasanya fintech peer to peer lending tidak mensyaratkan agunan ataupun jaminan apapun yang harus kamu berikan untuk mendapatkan pinjaman.

Tidak cocok untuk pinjaman jangka panjang – biasanya pinjaman peer to peer lending hanya cocok bagi kamu yang ingin meminjam dalam jangka waktu yang pendek. Mudahnya sih untuk modal awal usaha saja.

Tidak ada blacklist – hal yang cukup berbeda antara fintech peer to peer lending dengan lembaga peminjaman konvensional adalah adanya blacklist. Orang-orang yang termasuk ke dalam blacklist ini biasanya tidak bisa melakukan pinjaman modal di lembaga keuangan konvensional.

Sementara di dalam fintech peer to peer lending orang-orang yang memiliki reputasi buruk mengenai pinjaman keuangan bisa menjelaskan alasannya. Terkadang orang-orang ini bahkan tetap mendapatkan pinjaman dari para investor.

Hal yang Perlu Dicermati Bila ingin Menjadi Investor Peer to Peer Lending

investasi

Sementara itu bila kamu ingin menjadi seorang investor di layanan peer to peer lending, ada beberapa hal pula yang menurut kami wajib kamu cermati.

Legalitas – kamu bisa melakukan pengecekan legalitas terhadap fintech yang memiliki layanan peer to peer lending di Indonesia. Karena saat ini OJK telah melakukan pengawasan ketat terhadap fintech semacam ini.

Terhadap peer to peer lending sendiri, OJK telah memastikan pengaturan dan pengawasannya melalui peraturan OJK No. 77/POJK.01/2016. Kamu boleh membacanya terlebih dahulu sebelum terjun menjadi investor peer to peer lending.

Selain itu karena pengawasan oleh OJK inilah, kamu dimungkinkan untuk melakukan pengecekan terhadap fintech yang ingin kamu manfaatkan layanannya. Tujuannya tentu saja supaya kamu tidak terjebak di dalam fintech bodong.

Diversifikasi mudah – dengan adanya sistem peer to peer lending yang relatif lebih luwes dan fleksibel. Seorang investor bisa melakukan diversifikasi investasi dengan jauh lebih mudah dibandingkan instrumen investasi lainnya.

Dengan melakukan diversifikasi investasi, tentu saja seorang investor bisa mendapatkan keuntungan dengan jauh lebih cepat dan jauh lebih efektif. Meski demikian tentu saja ada banyak hal yang perlu kamu pelajari terkait diversifikasi investasi ini.

Tidak bisa ditarik semaunya – karena dana yang diinvestasikan umumnya akan dialokasikan untuk unit-unit usaha bagi para peminjam dana, kamu yang memutuskan menjadi investor tidak bisa seenaknya menarik uang-uang yang kamu investasikan.

Biasanya seorang investor hanya bisa menarik dana yang telah diinvestasikan apabila terminnya telah tercapai. Termin dan juga jumlah return yang diterima investor pun biasanya telah ditetapkan sesuai dengan kontrak yang ada di awal perjanjian.

Berbeda dengan instrument investasi lainnya, seperti saham misalnya. Kamu bisa melakukan penarikan saham yang kamu tanamkan di perusahaan tertentu. Sehingga (tidak peduli nilainya ketika penarikan saham), uang tersebut bisa dijadikan dana darurat dalam waktu tertentu.

Hal inilah yang barangkali menjadi salah satu kekurangan yang menonjol di dalam peer to peer lending. Karena tidak bisa ditarik semaunya, maka investasi di fintech peer to peer lending tidak cocok bagi kamu sendiri yang masih cukup kesulitan soal keuangan.

Kurang cocok bagi investor awam – meski terkesan mudah dan minim risiko, menurut kami investasi dana di peer to peer lending tidaklah semudah yang terlihat. Hal ini karena banyaknya variabel yang sulit diprediksi.

Apalagi banyak sistemnya yang berusia muda, sehingga belum banyak ilmu yang bisa digunakan untuk menilai risiko investasi di dalam peer to peer lending. Berbeda misalnya dengan investasi lainnya yang relatif bisa dihitung.

Bahkan berbahaya nya peer to peer lending bagi investor awam adalah mereka bisa saja menaruh dana dalam jumlah besar tanpa menghitung risiko kegagalan usaha. Hanya karena investasinya mudah dengan return yang besar.

Karena inilah kemudian ada kemungkinan unit usaha peminjam modal gagal dan tidak bisa mengembalikan uang pinjaman investor. Akibatnya tentu saja uang yang diinvestasikan bisa berkurang atau malah lenyap ketika masa pengembalian dana.

Perhatikan Hal ini Bila Kamu Yakin Ingin Menjadi Investor

Setelah membaca artikel kami di atas mengenai peer to peer lending barangkali ada beberapa diantara kamu yang memang tertarik untuk menjadi investor. Nah kami punya tips bagi kamu yang pertama kali terjun di dunia ini.

Jangan taruh sumber dana di satu keranjang saja – kamu harus bisa menempatkan dana investasi yang kamu punya di lebih dari satu peminjam. Sebaiknya kamu mendanai peminjam dengan kebutuhan bisnis yang berbeda-beda.

Tujuannya tentu saja demi keamanan dana yang kamu investasikan. Apabila kamu mengalami kerugian di satu tempat, harapannya adalah kerugian tersebut bisa tertutupi dari investasimu di tempat yang lain.

Selain itu ketika kamu menaruh seluruh dana investasi yang kamu punya di satu peminjam modal saja, ada kemungkinan kamu mengalami kerugian besar. Yakni ketika si peminjam modal harus mengalami kegagalan usaha, tentu saja uang yang kamu investasikan bisa hangus seketika.

Bila sudah begini, tentu saja tidak ada lagi yang bisa kamu lakukan. Karena tidak ada alokasi dana di investasi lain yang bisa kamu jadikan dana talangan untuk kembali memulai investasimu.

Hindari menggunakan tabungan untuk investasi – tabungan dan (apalagi) dana darurat sifatnya haram digunakan untuk berinvestasi. Kami sarankan agar kamu memiliki alokasi dana tabungan dan dana investasi yang terpisah di rekeningmu.

Alasannya adalah ketika kamu melakukan investasi di fintech peer to peer lending kamu tidak akan bisa mengambil uangmu kembali, kecuali terminnya telah jatuh. Akibatnya tentu saja, bila tabunganmu yang berada di sana, kamu tidak punya uang untuk dana darurat.

Untuk bisa memulai cobalah menabung selama 6 bulan sampai 1 tahun, hingga memiliki ‘uang dingin’ yang kira-kira cukup untuk diinvestasikan di dalam fintech peer to peer lending. Setelah itu alokasikan, misalnya 50% untuk memulai investasi.

Bila sudah cukup lihai dalam menilai risiko dan return investasi mulai naikkan alokasi dana untuk investasimu. Yaah anggaplah awal-awal kamu membayarkan uang belajar di dunia investasi peer to peer lending ini.

Investasi bukan berjudi apalagi bertaruh – banyak investor awam yang menaruh dana investasi hanya bermodalkan return yang tinggi dengan termin yang sangat pendek. Nah cara ini merupakan cara yang amat berbahaya.

Ketika kamu melakukan itu artinya kamu sedang berjudi dan bukan berinvestasi. Untuk bisa memulai investasi, sebelum yakin menaruh uangmu kepada peminjam, lakukanlah riset yang mendalam. Riset apa?

Pertama-tama lakukanlah riset mendalam mengenai si peminjam modal. Biasanya sih di berbagai fintech peer to peer lending kamu bisa dengan mudah melihat profil peminjam modal, mulai dari identitas, portfolio, hingga rekam jejak si peminjam modal.

Kemudian bila sudah yakin terhadap si peminjam, lakukan pula riset mendalam mengenai bisnis yang dijalankan oleh si peminjam modal. Menurut kami terlalu berbahaya bagi seorang investor, bila tidak memahami bisnis yang dijalankan oleh si peminjam modal.

Tidak perlu memahami teknis bisnis 100%, tapi setidaknya kamu harus bisa memahami alur bisnis yang sesuai dan baik terkait bisnis yang dijalankan oleh si peminjam modal. Tujuannya adalah agar kamu bisa melakukan evaluasi terhadap bisnis tersebut.

Terakhir pahami ilmu keuangan mendasar, setidaknya kamu yang ingin menjadi investor harus bisa membaca dan menilai isi neraca keuangan. Tujuannya kembali lagi terkait dengan keamanan, dan dalam hal ini evaluai bisnis yang dijalankan oleh si peminjam modal.

Investasi tidak selalu memberi keuntungan – pahamilah kalimat tersebut. Banyak orang yang berinvestasi dengan membayangkan bahwa uang yang mereka taruh akan kembali dalam jumlah yang besar.

Kamu juga harus memahami bahwa setiap investasi tentu memiliki nilai risiko tersendiri. Begitu pula investasi di fintech peer to peer lending, tentu saja memiliki risiko yang bisa dibilang tidak kecil.

Apalagi banyak jenis investasi di peer to peer lending yang menjanjikan keuntungan yang tinggi. Terkait hal ini ingatlah bahwa setiap investasi yang menjanjikan keuntungan yang tinggi pasti memiliki risiko yang tinggi pula!

Yakin dengan investasimu – terakhir bila memang sudah menentukan fintech apa yang ingin kamu manfaatkan layanannya, dan kepada siapa kamu akan meminjamkan dan menginvestasikan danamu, lakukanlah dengan yakin.

Jangan lakukan investasi kecuali kamu sudah yakin dengan uang yang kamu berikan tersebut. Jangan lupa selalu ingat bahwa ada risiko yang tersimpan di balik semua investasi. Sehingga kamu sudah siap terhadap hasil akhir dari dana yang kamu investasikan tersebut.

Semangat, bagi kamu yang ingin mulai terjun di dunia investasi ini!

 

Tags